Suatu hari Syaikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi dan saya (Habib Ali al-Jufri) diundang untuk menghadiri sebuah muktamar di Perancis. Muktamar ini diadakan selama dua hari. Hari pertama muktamar terbuka untuk Muslim dan non-Muslim, baik dari kalangan tamu undangan, peserta, maupun wartawan. Sementara hari kedua khusus untuk undangan dan peserta yang beragama Islam.
Di hari pertama ada seorang wanita non-Muslim atau ateis mengikuti muktamar ini sebagai jurnalis. Ia melihat dan mendengarkan dengan baik semua yang yang disampaikan di muktamar, hingga ia terpengaruh dan hatinya mulai sedikit terbuka untuk beriman kepada Allah.
Kemudian ia mendatangi panitia penyelenggara untuk meminta izin agar boleh mengikuti hari kedua muktamar yang dikhusukan bagi peserta muslim.
Akhirnya panitia berbicara kepada tamu-tamu muslim, menjelaskan dan memintakan izin untuk wanita ini agar boleh mengikuti muktamar mereka. Pada awalnya mereka khawatir. Namun akhirnya mereka mengizinkan.
Benar, pada hari kedua ia hadir di tengah-tengah muktamar yang dikhususkan untuk orang Islam ini. Pada pertemuan ini Syaikh al-Buthi menyampaikan pidato yang sangat penting dan mendalam tentang ibadah, menghambakan diri (`ubudiah) dan cinta. Sungguh ceramah ini sangat indah serta menyentuh, apalagi sang penerjemah berhasil menerjemahkan pidato beliau kepada bahasa Perancis dengan sangat baik dan penuh perasaan mendalam juga. Para pendengar begitu terpesona.
Kemudian setelah selesai, panitia mendatangi tempat istirahat syaikh al-Buthi:
“Wahai Syaikh al-Buthi, ada seorang wanita menunggu di pintu ruangan ini menangis dan memohon untuk menemui anda,” ujar panitia memohon.
“Silakan, suruh ia menemui saya sekarang,” ucap Syaikh al-Buthi.
Tak lama berselang, wanita itu masuk dan duduk di hadapan Syaikh al-Buthi.
“Wahai tuan, sungguh ceramah Anda begitu indah, hingga saya menangis dan hati saya benar-benar terbuka. Namun ada satu hal yang ingin saya tanyakan kepada Anda,” ujar wanita itu.
“Silahkan, apa yang belum Anda pahami?” beliau mempersilahkan.
“Bagaimana cara saya takut kepada Allah sekaligus mencintai-Nya?” tanya wanita itu penasaran.
Syaikh al-Buthi menangis mendengar pertanyaan ini. Setelah beberapa saat menangis, beliau berkata dengan perkataan yang keluar dari hati penuh cinta:
“Adakah ketakutan yang lebih besar dari pada ketakutan seorang pecinta yang sangat takut berpisah atau jauh dari Kekasihnya?”
Syaikh al-Buthi kembali meneteskan air mata. Wanita itu tertunduk, kemudian berkata, “Saya sekarang paham.”
__
*Diceritakan oleh Habib Ali al-Jufri yang menyaksikan kejadian ini secara langsung. Majelis pagi Habib Ali al-Jufri. Kamis 12 Januari 2017. Sumber: FP Maulana Syaikh Ali Jumah.