Ada-ada saja orang yang memaknai bahwa bekas sujud pada salah satu ayat Al-Qur’an adalah dahi atau jidat yang hitam. Padahal yang benar adalah terpancarnya aura kebaikan dari dalam diri dan kebaikan perangai.
Penjelasan ini disampaikan KH Ma’ruf Khozin saat mengisi Kajian Islam Ahlussunnah wal Jama’ah atau Kiswah yang diselenggarakan PW Aswaja NU Center Jawa Timur, Sabtu (03/02/2018).
Ayat yang disalahartikan tersebut adalah pada Surat al-Fath ayat ke 29. Kiai Ma’ruf, sapaan akrabnya kemudian mengemukakan bahwa arti dari ayat dimaksud adalah: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
“Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan tanda-tanda dari bekas sujud,” kata aktivis Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jatim ini. Sehingga sejumlah cara dilakukan agar terlihat ada bekas sujud, termasuk dengan membuat dahi menjadi hitam. “Padahal itu min atsaril karpet, atau lantaran bekas kasarnya karpet,” katanya berseloroh.
Mengutip salah satu riwayat Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan hal tersebut sebagai perilaku yang baik. “Dalam riwayat Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyuan,” katanya sembari menyebut literature yakni Tafsir Mukhtashar Shahih halaman 546.
Kiai Ma’ruf juga menyebut riwayat dari Ibnu Umar yang suatu ketika melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Melihat hal tersebut, Ibnu Umar berkata: “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu,” tandasnya dengan menyebutkan bahwa itu berdasarkan riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro nomor 3699.
Anggota dewan pakar PW Aswaja NU Center Jatim ini menyarankan ketika sujud hendaknya proporsonal jangan berlebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. “Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi,” katanya.
Dirinya kemudian membandingkan bekas sujud yang ditunjukkan para ulama dan kiai. “Bekas sujud mereka sangat terasa dari auranya yang tenang dan meneduhkan,” ungkapnya. Padahal para kiai utamanya pengasuh pesantren menghadapi banyak masalah. Dari mulai problem pribadi dan keluarga, mengembangkan pesantren, keluhan perilaku santri, hingga konsultasi problem masyarakat.
“Karena para kiai dan ulama adalah ahli ibadah, wajahnya tidak menyeramkan. Dan yang membekas dari ibadah shalatnya ditunjukkan dengan mengayomi umat,” pungkasnya.
Kiswah diselenggarakan secara rutin hari Sabtu usai Shalat Ashar. Kegiatan dilangsungkan di mushalla PWNU Jatim, jalan Masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya. Bahkan di tempat yang sama, para jamaah dapat melanjutkan dengan mengikuti kajian pendalaman Aswaja kepada KH Marzuqi Mustamar. Kegiatan diawali dengan Shalat Magrib berjamaah, pembacaan shalawat. dan wirid khusus. Bahkan di akhir acara ada makan bersama secara gratis. [dutaislam.com/Ibnu Nawawi/Gg]
Source: NU Online