NU_Tegal (Slawi)- Badan Kesatuan Kebangsaan dan Politik (Kasbangpol) Kabupaten Tegal selenggarakan kegiatan Sosialisasi Deradikalisasi bersama para Penyuluh Agama di lingkungan kerja Kantor Kemenag Kab Tegal.
Dalam kegiatan tersebut turut hadir memberikan materi sosialisasi antara lain; Kepala Kantor Kemenag Kab Tegal, H.M. Aqsho, M.Ag dan Kepala BNN Kota Tegal, Dr. H. Nasrudin. Selain keduanya, turut dihadirkan juga 2 orang mantan pelaku terorisme sebagai jadi Narasumber.
H.M. Aqsho menyampaikan beberapa faktor yang menjadi pendorong munculnya radikalisme, serta indikator-indikator yang menunjukkan bahwa seseorang terpapar faham radikal.
“Untuk itu, upaya deradikalisasi dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Antara lain, pendekatan humanis dan literasi keagamaan. Selain itu juga didukung dengan pengembangan ketrampilan hidup dan pemberdayaan masyarakat,” tutur H.M.Aqsho.
Sementara, Dr. H. Nasrudin lebih banyak bercerita tentang pengalamannya selama dirinya ikut terlibat dalam kegiatan kontra terorisme. Ia pun menyebutkan bahwa isu agama lebih dominan menjadi alasan bagi para pelaku terorisme.
“Para pelaku gerakan radikal dan terorisme itu pada awalnya berangkat dari doktrin agama. Mereka kemudian dicuci otaknya untuk memahami ajaran agama secara ekstrim. Selanjutnya mereka didorong untuk melakukan tindakan teror atas nama jihad,” ujar Nasrudin.
Adapun 2 narasumber yang merupakan mantan pelaku terorisme internasional lebih dalam bertutur tentang perjalanan hidupnya menjadi teroris.
Adam, salah seorang yang pada awalnya adalah seorang pemuda kampung asal Desa Dukuhbenda, Kecamatan Bumijawa Kab Tegal, mengakui bahwa dirinya terpapar faham radikal melalui isu-isu agama yang diperoleh dari rekaman video berbentuk Compact Disk (CD).
“Setelah itu saya berangkat sendiri ke Filipina untuk bergabung dengan Abu Sayaf, dan dari situ saya punya akses sampai kelompok Al Qaida pimpinan Osama bin Laden. Saya dipercaya untuk memasok senjata dan 3 hari sekali saya meledakkan kapal Fery dari Indonesia yang melintas di perairan Filipina,” aku Adam yang konon memiliki 15 nama saat menjadi teroris.
Diakui dia, dirinya sekarang sudah menjalani proses deradikalisasi dan ikrar kembali ke NKRI setelah 6 tahun menjalani hukuman bersama Abu Bakar Basyir. Ia merasa bersyukur karena ditangkap oleh Pemerintah Indonesia.
Senada dengan itu, Gilang, yang juga merupakan mantan pelaku terorisme yang pernah bergabung dengan ISIS menceritakan pengalaman serupa. Pemuda lulusan S1 asal Kelurahan Kudaile Kecamatan Slawi itu juga mengaku terpapar faham radikal karena isu agama.
“Saat itu saya terpanggil untuk ikut berjihad setelah menonton video-video peperangan di Timur Tengah. Selanjutnya saya masuk dalam suatu kelompok pergerakan dan dibaiat untuk menjadi jihadis,” tutur Gilang.
Saat ini ia sudah mengikuti program deradikalisasi dan berikrar untuk kembali ke NKRI. Sebelumnya ia juga telah menjalani hukuman pidana akibat aktifitasnya dalam kegiatan teror. ***
Pewarta : M. Shafei Pahlevie