Slawi_NU Tegal-
Perkembangan dakwah Islam saat ini bukan sekedar dihadapkan pada tantangan liberalisasi nilai-nilai global, tetapi sekaligus berhadapan dengan tumbuh suburnya benih-benih radikalisme di dalam lingkungan umat Islam itu sendiri. Karena itu, para pendakwah perlu melakukan pemetaan dalam kegiatan dakwahnya.
Demikian diungkapkan Kyai Aqib Malik saat memberikan materi pada acara Peningkatan Mutu Khotib-Mubaligh yang diselenggarakan Forum Komunikasi Khotib-Mubaligh (FKKM) Kabupaten Tegal, Rabu (14/12) di Aula PLHUT Kementerian Agama di Jalan KH Wahid Hasyim, Slawi. Acara bertajuk “Khotib Mubaligh Dalam Moderasi Beragama” itu dihadiri perwakilan para Khotib dan Mubaligh dari tiap-tiap Kecamatan di Kab. Tegal.
“Perkembangan semangat keislaman saat ini sebenarnya sangat menarik. Lihat saja di sekolah-sekolah umum sekarang banyak pelajar putri yang berjilbab. Siswi-siswi SMA ataupun SMP Negeri sekarang lebih banyak yang berjilbab ketimbang di era 80 atau 90an. Hanya saja ada problem semangat simbolis ini belum dibarengi dengan pemahaman literasi yang memadai,” ungkap Gus Aqib selaku owner Al Maliki Centre ini.
Ia mengutip hasil survey Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyebutkan bahwa banyak kalangan muda yang mudah terpapar nilai-nilai radikalisme agama. Gejala itu, kata Gus Aqib, merupakan bagian dari problem semangat beragama yang tidak berbanding lurus dengan dakwah literatif.
“Akibat miskin literasi maka semangat beragama secara simbolis ini sangat mudah dimanfaatkan oleh mereka yang secara gencar menyebarkan paham radikalisme, intoleransi bahkan terorisme. Maka jangan heran jika saat ini tumbuh subur bibit-bibit radikalisme di masyarakat,” ujar Kyai muda asal Babakan Lebaksiu ini.
Ditambahkan dia, para Kyai atau Juru Dakwah yang berpedoman pada nilai-nilai Islam Wasathiyah harus secara intens hadir di tengah-tengah masyarakat. Sebagai figur otoritatif, para Khotib dan Mubaligh juga tidak hanya sekedar mengandalkan intelektualitas dalam menyiarkan moderasi beragama. Mereka juga harus secara intensif hadir melayani umat dengan berbagai problematikanya.
“Kita sebagai pendakwah harus punya kemampuan publik speaking, pemetaan atau mapping tentang karakteristik umat, serta punya kemampuan organizing. Kita harus mampu merebut ruang publik, dan karena itu kita pun harus layak publik,” pungkas Gus Aqib yang juga menjabat Ketua Lembaga Dakwa NU (LDNU) Kabupaten Tegal. **”
Pewarta : M. Shafei Pahlevie