Halimi Zuhdy
Lagi viral ceramah seorang ustadzah terkait dengan suami yang memukul istri. Sampai-sampai komnas HAM turun tangan, mengomentari dan menanggapinya. Karena diindikasikan ceramah tersebut mengarah pada menutupi KDRT. Kalau suami memukul istri, itu mah sering terjadi di dunia keluarga, saking seringnya berita-berita KDRT, isinya adalah suami yang memukul istri. Seakan-akan KDRT pemicunya dan pelakunya adalah suami.
Dan dalam laman UBH, terkait dengan KDRT.
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. Secara singkatnya demikian. Dan termaktub di sana adalah perempuan.
Dan korban KDRT, rerata perempuan. Mengapa?. Apa karena perempuan dianggap makhluk lemah, sehingga seenaknya disakiti baik fisik atau psikisnya? Atau karena kekuasaan dalam rumah tangga yang dibatasi hanya untuk suami? Oh, pasti tidak. Perempuan makhluk hebat, kuat dan tidak lemah. Di rumah, kekuasaan perempuan lebih luas dan leluasa, maka dalam bahasa Arab disebut Rabbatul Bait. Atau karena apa ya? Mungkin bisa dijawab di kolom.
Lah, sekarang ada pertanyaan, bagaimana hukumnya seorang istri yang memukul suami?. Eh, ada menimpali, “Tidak mungkin lah, masak istri memukul suami”, saya jawab, “apanya tidak mungkin, diberita-berita ada banyak istri memotong leher suami, memotong kemaluan suami, memukul punggung suami dan lainnya, dan masih banyak lainnya”!.
Ternyata pembahasan KDRT sangat luas ya, tidak hanya untuk istri, tetapi suami dan juga anak. Maka, kekerasan apa pun yang dapat mencederahi, baik fisik, psikis, sek, ekonomi atau apa pun tidak diperbolehkan. Maka,.disinilah pentingnya ta’aruf, tasamuh, tafahum dalam keluarga agar tidak terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
Kembali kepada judul di atas, istri yang memukul suami atas nama cinta (nyubit yang membuat rindu, mukul dengan tangan halus dan tidak menyakiti) maka itu bagian dari bumbu-bumbu kasih sayang. Demikian juga kalau hanya pukulan sayang, itu mah boleh-boleh saja. Berbeda dengan pukulan untuk menyakiti, menghina, dan lainnya yang masuk katagori KDRT, maka tetap tidak diperbolehkan.
Kalau istri memukul suami dengan kekerasan apalagi mencederahi, hukumnya sama di mata hukum. Demikian kata Syekh Mamduh, tetap sama di mata hukum, dilarang/berdosa istri yang memukul suami.