Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai warga negara Indonesia, kita harus dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Yakni dengan hidup saling menghargai antarsesama warga negara tanpa memandang suku, bangsa, agama, bahasa, adat istiadat warna kulit dan sebagainya.
Dengan semangat nasionalisme yang kuat, banyak orang yang ingin mempertahankan kebhinnekatunggal-ikaan dengan berbagai cara. Bahkan baru-baru ini, ada sekelompok orang yang menolak kedatangan salah satu tokoh Islam, yakni Ustadz Adul Shomad (UAS) beserta rombongannya, untuk menghadiri tabligh akbar di suatu daerah. Mereka beralasan UAS dianggap sebagai orang yang menebarkan kesesatan bahwa Rasulullah tidak mampu rahmatan lil alamin, berfaham HTI yang bisa mengakibatkan hancurnya kebhinnekaan Indonesia bahkan NKRI.
Bagaimana hukumnya menolak kedatangan tokoh muslim di suatu daerah?
Jawaban: Tidak diperbolehkan. Sebab setiap warga negara berhak untuk datang dan memasuki seluruh wilayah di negaranya. Mengenai tujuan kedatangannya adalah tabligh atau ceramah, yang kemudian disinyalir menimbulkan hal-hal yang provokatif seperti tindak anarkis, menghina pemerintah, memecah belah persatuan dan lain-lain, maka (masyarakat-red) boleh/berhak menolak dan menggagalkan ceramahnya dan harus dikoordinasikan kepada pihak yang berwenang. (Referensi: Tasyri’ al-Janaiy 1/335, Qurrat al-‘Ain bi Fatawi Ulama’i Haramain 1/275, al-Imamah al-‘Udzma 1/7, Ihya’ Ulumiddin 2/327 & 331, al-Fatawi al-Kubra li Ibn Taimiyah 6/392 dan Buraiqah Mahmudiyah 4/270).
Bagaimana hukumnya kelompok yang ingin menghancurkan kebhinekaan di Indonesia?
Jawaban: Apabila yang dimaksud dengan menghancurkan kebhinekaan adalah menebarkan kebencian antar suku atau ras, menyakiti dan atau merampas hak-hak non muslim yang dilindungi oleh negara, maka hukumnya tidak diperbolehkan. Bahkan apabila kelompok tersebut sudah memenuhi keriteria bughot maka imam boleh untuk memeranginya. (Referensi: Bughyat al-Mustarsyidin 1/189, Muhammad al-Insan al-Kamil 224, al-Fiqh al-Islam 8/486, Qurrat al-‘Ain 211-212, Is’ad ar-Rafiq 2/93 dan Tasyri’ al-Jina’i 1/108).
Jawaban ini merupakan hasil musyawarah bersama, Keputusan Bahtsul Masail Kubro Ke-19 Se-Jawa Madura di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri, 02-03 J. Akhirah 1438 H/01-02 Maret 2017 M. Redaksi asli deskripsi masalah dan teks-teks referensi silakan rujuk ke aswajamuda.com.