Minggu lalu, dai kondang yang tengah naik daun, Ustaz Abdul Somad (UAS) ditolak masuk Hong Kong sesaat setelah ia turun pesawat. Menurut UAS, ia saat itu sampai pukul 15.00 WIB dan langsung dihadang oleh beberapa petugas yang tidak berseragam.
“Mereka meminta saya buka dompet. Membuka semua kartu-kartu yang ada. Diantara yang mereka tanya adalah kartu nama Rabithah Alawiyah (Ikatan Habaib). Saya jelaskan. Di sana saya menduga mereka tertelan isu terorisme, karena ada logo bintang dan tulisan Arab,” ungkap UAS dalam fanpage facebooknya.
Petugas-petugas itu menanyai identitas, pekerjaan, keterkaitan dengan ormas dan politik. Kemudian menurut UAS, ia telah menjelaskan bahwa ia seorang pendidik dan intelektual muslim sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Proses itu dilakukan selama 30 menit dengan hasil yang mengecewakan. Petugas tersebut menyatakan bahwa rombongan UAS tidak diperbolehkan memasuki Hongkong tanpa keterangan yang jelas. UAS akhirnya dipulangkan ke Jakarta dengan jadwal penerbangan setelahnya yakni pukul 16.00 WIB.
Kasus semacam ini juga pernah dialami oleh sekelas Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang saat itu akan menghadiri Chiefs of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization pada 23-24 Oktober lalu di Washington DC. Bahkan, menurut berita yang dilansir dari kompas.com (24/10/2017), Panglima TNI diundang secara resmi oleh Panglima Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (AS). Jenderal Joseph F. Dunford yang merupakan sahabat sekaligus seniornya.
Coba bayangkan, yang diundang langsung oleh Panglima Angkatan Bersenjata AS saja bisa ditolak. Apalagi yang cuma diundang dalam acara lokal. Ini menunjukkan bahwa kuasa sebuah negara atas penolakan orang asing masuk kedalam negara bisa terjadi dalam banyak kemungkinan. Dan alasan-alasan semacam ini merupakan kekuasaan absolut sebuah negara.
Hal lucu dan ndagel kemudian muncul dari sebuah cuitan pengguna twitter bernama @PartaiBatman yang menyatakan bahwa penolakan UAS merupakan pesanan LBP yang melibatkan Ketum PBNU KH. Said Aqil Siradj dan Nusron Wahid. Mereka dianggap melobi keimigrasian Hongkong untuk menolak kedatang UAS. Hebatnya cuitan ini di re-tweet sebanyak 941 kali dan mendapatkan likes sebanyak 1048. Sayangnya, saat ditelusuri lagi, akun ini sudah menghilang dari peradaban twitter. Ah, cemen!
Cuitan itu kemudian di screenshot dan diunggah kembali oleh pengguna facebook bernama Kaizhan Al Faruq dengan pernyataan yang kurang lebih sama. Bedanya Kaizhan menambahkan titel baru didepan nama dua tokoh NU tersebut yakni bajingan dan bangsat. Postingan itu dishare sebanyak 2037 kali dan ditanggapi sebanyak 517 kali oleh pengguna lain.
Fakta menggelikan kemudian muncul dari pernyataan Humas Imigrasi Indonesia, Agung Sampurna yang menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa meminta imigrasi Hong Kong untuk menolak WNI yang hendak datang ke negara tersebut.
“Tidak ada soal by order, tidak boleh ada order suatu negara ke imigrasi, silakan buktikan sendiri,” ujar Agung, Minggu (24/12/2017) sebagaimana yang dilansir oleh detik.com.
Hal tersebut juga semakin diteguhkan oleh pendapat Prof. Hikmahanto Juwana, guru besar Universitas Indonesia (UI) dalam berita yang ditulis oleh detik.com (24/10/2017). Menurutnya, kalau Indonesia memaksa negara lain untuk menerima warganya, berarti termasuk intervensi urusan dalam negeri dari suatu negara. Indonesia pun tidak akan mau kalau ada intervensi seperti itu. Hikmahanto juga menceritakan bahwa Indonesia pernah melakukan hal yang sama kepada WN Amerika Serikat, Jeffrey Winters. Dalam kondisi demikian, penolakan seperti itu tidak bisa digugat ke mana pun.
Lha wong Imigrasi Indonesia yang secara strata selevel dengan imigrasi Hong Kong saja mengakui tidak bisa memaksa keimigrasian negara lain untuk menerima warga negaranya, apalagi cuma Said Aqil dan Nusron Wahid yang tidak punya jabatan strategis di pemerintahan? Mana bisa menyuruh keimigrasian Hongkong untuk menolak UAS? Kalian pikir Said Aqil dan Nusron Wahid pakdhe-nya Kepala Imigrasi Hongkong?
Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa apa yang ditudingkan dua pengguna sosial media itu fiktif belaka. Terlepas dari keterangan “info valid” sederhana yang hanya menggunakan tanda bintang saja itu, seharusnya netizen yang waras juga sudah paham. Namun kenapa yang nge-share dan nge-like jumlahnya masih banyak? Ya karena sudah banyak orang nggak waras. Dikasih dalil tentang larangan fitnah juga rasanya percuma. Sebab kebencian yang tertanam dalam hati sudah mematikan sendi-sendi kewarasan dan syaraf-syaraf rasionalitas.
Bilangnya, ustadz tidak boleh didholimi, ulama harus dibela. Lha kenapa kiai dan tokoh agama kau fitnah dan kau hina? Kau bilang bangsat dan bajingan. Padahal yang dihina ilmunya jauh lebih tinggi dari yang menghina. Untung yang difitnah dan dihina santai saja. Kalau pas lagi PMS kan bahaya!
Jika ditelisik lebih jauh lagi, akun-akun diatas memang sejak lama selalu menerbarkan kebencian. Tidak hanya pada tokoh-tokoh NU, namun juga kepada pemerintahan Jokowi. Mungkin ini bisa menjadi langkah tegas Kepolisian RI untuk menindak para menebar hate speech. Terlebih jika sudah menjadi viral dan menjadi isu nasional semacam ini. Bahkan Kaizhan Al Faruq dalam laman facebooknya menantang siapapun yang mau melaporkannya ke polisi lho Pak! Ayo Pak, eksekusi!