Apa saja kesibukan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng selama bulan suci Ramadhan? Hampir-hampir tak ada waktu luang, termasuk kesibukannya sebagai Rais Aam Jam’iyyah Ahlit Thariqah an-Nahdliyyah (JATMAN).
Memasuki bulan Ramadhan, Habib Luthfi Bin Yahya mengubah total kegiatannya. Selama sebulan, pada bulan suci, dia memanfaatkan waktunya untuk beribadah total. Sehari-hari, ia mengaku hanya tidur 2-3 jam. Lainnya, untuk tadarus al-Quran, salat, dzikir, doa, dan sesekali ceramah agama di wilayah Pekalongan. Karena itu, jangan heran jika Habib Luthfi mampu mengkhatamkan al-Quran dalam waktu sehari semalam.
“Selama bulan Puasa, kami menolak undangan ceramah di luar kota. Saya kira, sudah cukup saya ceramah di luar kota selama 11 bulan. Sedangkan sebulan ini, kami meningkatkan ibadah dengan mencegah hawa nafsu dan membersihkan diri dari dosa,” kata Habib Luthfi Bin Yahya.
Apa kegiatan sehari-hari selama bulan Ramadhan? Habib Luthfi mengaku setiap habis Ashar membuka al-Quran untuk dibaca. Sebab, membaca al-Quran pada bulan Ramadhan pahalanya ditingkatkan. Hingga pukul 17.00, Habib baru berhenti. Selama sore itu, dia mengaku minimal membaca tiga juz. Setelah itu, istirahat untuk bertemu dengan keluarga. Sesekali keluar rumah untuk menghirup udara segar dan menyaksikan keadaan di luar yang membuat badannya lebih fresh sambil menunggu waktu Maghrib, saatnya berbuka puasa.
Kendati siang menahan lapar, bukan berarti kiai dan habib kharismatik itu langsung makan nasi seperti orang pada umumnya. Ulama thariqah yang dikenal sebagai pemersatu umat itu mengaku hanya minum teh, lalu makan tiga buah kurma.
Meski demikian, bukannya dia meninggalkan anak dan istrinya dalam berbuka. Habib Luthfi ternyata juga sangat perhatian terhadap keluarganya. Karena itu, selama berbuka, dia menunggui anak dan istrinya sampai selesai. Bahkan sambil menunggu waktu Isya, ia bersama keluarganya kumpul bareng membicarakan berbagai hal untuk menambah keakraban dengan anak dan istri.
Habib Luthfi mendengarkan cerita anggota keluarganya dan sesekali memberikan nasihatnya. Sampai adzan Isya berkumandang, Habib Luthfi dan keluarganya langsung menuju mushala keluarga untuk salat berjamaah. Diawali salat Isya, kemudian dilanjutkan salat Tarawih hingga 23 rakaat. “Ini saya jalani terus sehingga salat Tarawih itu selesai sekitar pukul 21.00,” kata Habib Luthfi kemudian.
Baru pukul 22.00 atau 23.00, ulama kharismatik itu tadarus kitab suci lagi dan membaur bersama para santri membahas problematika umat kekinian dengan mengkaji kitab-kitab kuning. Ibarat mobil, makin malam jalannya makin kencang. Demikian pula dalam membaca al-Quran, ulama tingkat nasional itu tancap gas hingga beberapa jam tanpa istirahat. “Kami baru istirahat ketika akan sahur pukul 03.00.”
Apakah mata tidak capai dan tidak menimbulkan kebosanan kalau kegiatan itu dilakukan sehari-hari? Habib mengaku tidak capai. Untuk memberikan semangat kepada dirinya, dia selalu memunculkan pertanyaan untuk hatinya bahwa kita kalau nonton TV selama tiga jam atau lebih betah (tahan). “Itu hanya nonton TV. Padahal al-Quran adalah kitab suci yang menjadi pedoman umat Islam se-dunia,” katanya.
Karena itu, ketika di hatinya muncul keinginan untuk istirahat sebentar, dia mengingat prinsip tersebut sehingga muncul kembali semangat untuk membaca lagi. Namun, itu dorongan untuk pribadi, bukannya mengkritik masyarakat. “Prinsip itu diperlukan agar seseorang bisa meningkatkan amal ibadahnya. Kenyataannya, saya kuat membaca mulai pukul 23.00 sampai pukul 03.00 tanpa mengantuk,” katanya.
Pukul 03.00, keluarga mulai bangun dan mengajak Habib Luthfi untuk sahur. Seperti menjelang salat Isya, tokoh pemersatu umat itu sehabis sahur juga berbincang-bincang dengan keluarga sambil menunggu waktu Shubuh untuk salat berjamaah.
Sehabis salat Shubuh, Habib bukannya langsung tidur seperti kebanyakan orang, meski semalam belum tidur. Lelaki yang dikenal komunikatif dengan siapa pun itu bukannya mengantuk kemudian tidur sampai pagi. Itu tidak dia lakukan. Sebaliknya, dia malah tancap gas membaca al-Quran lagi sampai pukul 10.00 hingga khatam 30 juz dalam sehari semalam. Setelah itu, Habib baru tidur hingga waktu Dzuhur. Meski baru tidur 2-3 jam, ulama yang juga pendiri Pencinta Merah Putih Indonesia (PMPI) itu tidak mengantuk lagi. Mendengar adzan, dia langsung bangun. (Disarikan dari: Suara Merdeka).