Oleh Ikbal Faizal
Nabi Muhammad SAW. Adalah sang pembawa risalah ke-Islam-an. Risalah pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW. adalah perintah membaca (iqra’) sebagaimana kemudian termaktub dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5. Saat itulah awal pengangkatan Muhammad sebagai rasulullah atau pembawa risalah Allah SWT. Risalah itulah yang kemudian dinamakan Agama Islam.
Sebagai pembawa risalah, Nabi Muhammad SAW. Menjadi figur sentral berjalannya segala aspek kehidupan kala itu. Mulai di bidang ibadah (tata cara beribadah kepada Allah SWT.), muamalah (berhubungan dengan dunia kerja), Nikah (terkait keluarga), waris, dan lainnya. Ketika ada permasalahan yang butuh jawaban maka Nabi Muhammad SAW. hadir menjawabnya, selesailah permasalahan tersebut. Selanjutnya permasalahan dan solusinya menjadi pedoman hidup Umat Islam.
Zaman Nabi Muhammad SAW. masih hidup semua permasalahan selesai di tangannya. Karenanya saat itu tak muncul multi tafsir. Perbedaan aliran (firqoh) atau faham keagamaanpun belum muncul. Hidup dalam kebersamaan dengan fokus pergerakan Nabi Muhammad SAW. Saat itu berdakwah, menyebarkan Agama Islam.
Ajaran Islam mengajak pada Tauhid (meng-esa-kan Tuhan). Meskipun agama samawi–agama pembawa ajaran tauhid – telah ada sebelum Islam. Namun, Arab sebagai negeri penerima Islam pertama telah berkembang berbagai agama dan kepercayaan yang mapan. Agama dan kepercayaan yang ada tidak semuanya mengajarkan ajaran tauhid. Karenanya ajaran Islam hadir menawarkan agama baru tentu tak sedikit rintangan, tantangan, intimidasi dan lainnya harus dihadapi sang pembawa risalah.
Untunglah Islam hadir dari beberapa aspek memang memberikan kelebihan. Dari sisi ajaran, Islam memberikan rahmat (kasih saying) kepada semuanya. Kehadirannya memberikan kemudahan bagi umatnya. Kemudian sang pembawa risalah (Nabi Muhammad SAW.) memiliki akhlak (etika) yang paripurna. Kehadirannya memberikan simpati oleh objek dakwah (kuffar Quraisy). Karena itulah dalam waktu 23 tahun Nabi Muhammad SAW. berdakwah, Islam telah dianggap sempurna (al-yauma akmaltu lakum diinakum).
Saat wukuf di Padang Arafah, 9 Zulhijjah tahun 10 H, Nabi SAW bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara [pusaka]. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunah Rasul.” (HR. Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan). Al-Qur’an merupakan wahyu dari Allah SWT. Sedangkan Hadis merupakan segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Keduanya itu merupakan solusi bagi umat Islam.
Seiring berjalannya waktu, saat ini aspek kehidupan menjadi mengkristal. Terutama yang terkait dengan bidang muamalah (dunia kerja). Mungkin sudah menjadi tuntutan zaman sehingga memunculkan banyak pekerjaan. Tidak semua jenis pekerjaan saat ini istilah yang digunakan telah ada di zaman rasulullah SAW. sementara itu, bagi umat Islam yang taat tentu akan melaksanakan kehidupannya sesuai dengan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Terlebih ketika menemukan permasalahan seputar hukum yang bersifat religious maka akan dicarikan dasar hukum dan solusinya dari dua pusaka yang ditinggalkan Nabi Muhammad SAW. Tentu tak semua pekerjaan atau permasalahan serupa dengan saat Nabi Muhammad SAW. masih hidup. Namun, dengan metode istinbath hukum segalanya bisa dicarikan hukumnya.
Diantara salah satu pekerjaan dalam kehidupan sekarang adalah pengawasan. Hampir di berbagai pekerjaan memerlukan pengawasan. Dalam Pemerintahan mengenal adanya Badan Pengawas Keuangan (BPK). Ada lagi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Di internal Pemerintah sendiri masih ada inspektorat daerah. Di Pemilihan Umum ada yang Namanya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
MENELADANI PENGAWASAN NABI
Pengawasan dalam Islam biasa digunakan dengan istilah hisbah. Secara historis, hisbah telah ada semenjak masa Rasūlullāh SAW. meskipun istilah hisbah belum digunakan. Namun, dari sisi pekerjaannya dapat dikategorikan Beliaulah muhtasib (=Pengawas) pertama dalam Islam. Aktivitas hisbah Rasulullah SAW. bisa dilihat antara lain Rasulullah SAW. sering masuk ke Pasar Madinah untuk mengawasi aktivitas jual beli. Sebagaimana dikisahkan Rasulullah Saw. berjalan-jalan di pasar Madinah dan melewati penjual makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam setumpukan gandum dan menemukan bagian gandum yang basah, kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Man Ghisna, Falaisa Minna” (Barangsiapa yang menipu saudaranya sendiri, maka bukan bagian dari kita (Ummat Rasululullah Saw). (Muhammad Mahdi Syams ad-Din, 1991).
Seringkali dalam inspeksinya, beliau banyak menemukan praktik bisnis yang tidak jujur sehingga beliau menegurnya. Rasulullah SAW juga banyak memberikan pendapat, perintah maupun larangan demi terciptanya pasar yang Islami. Semua ini mengindikasikan dengan jelas bahwa al-Hisbah telah ada sejak masa Rasulullah SAW, meskipun nama al-Hisbah baru datang di masa kemudian. (M. Arif Hakim, Iqtishadia, Vol 8, No. 1, Maret 2015)
Di zaman rasulullah, Pasar memiliki kedudukan yang strategis untuk mengaplikasikan perekonomian Islam. Konsep Islami yang diterapkan Rasulullah antara lain menghargai harga yang telah dibentuk oleh Pasar sebagai harga yang adil. Moralitas menjadi suatu yang ditekankan. Penerapan riilnya pada persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Itulah moralitas yang menjadi tanggung jawab setiap pelaku pasar.
Rasulullah sendiri sebagai simbol sukses berniaga saat itu mencontohkan dengan sifat jujur (Shiddiq), Dapat dipercaya (Amanah), Argumentatif dan Komunikatif (Tabligh) dan Cerdas dan Bijaksana (Fathonah). Kejujuran Rasulullah SAW. dapat dilihat Bila ada produknya yang memiliki kelemahan atau cacat, maka tanpa ditanyakan nabi Muhammad langsung menyampaikannya dengan jujur dan benar, tak ada sedikitpun yang disembunyikan. Sedangkan sifat Amanah Rasulullah SAW. kentara Saat menjadi pedagang, Nabi Muhammad selalu mengembalikan hak milik atasannya, baik itu berupa hasil penjualan maupun sisa barang yang dpasarkan. Untuk sifat Tabligh Rasulullah dapat dilihat contohnya sama dengan sifat jujurnya yakni mengkomunikasikan atau menyampaikan produk apa adanya. Sifat fathonah rasulullah itu dapat dilihat pada sisi kesuksesannya berniaga yang tentu itu tidak lepas dari sebuah strategi berniaga.
Bawaan sifat tersebutlah kemudian tetap dibawa oleh Rasulullah SAW. dalam aktivitas apapun termasuk saat beliau mengawasi pasar. Karenanya tidak ada kecurigaan pada diri Nabi saat memberi masukan kepada pelaku pasar. Justru apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. adalah meluruskan suatu yang salah menjadi benar. Harapannya tidak ada pelaku pasar yang dirugikan.
Dengan sifat tersebut pola pengawasan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. dapat berjalan dengan lancar. Kemungkinan sifat yang dilakukan oleh Nabi tersebut menjadi sifat yang ideal seorang pengawas. Tidak ada salahnya jika sifat itu bisa diteladani oleh pengawas di zaman sekarang yakni memiliki kejujuran, dapat dipercaya, komunikatif dan bijaksana atau cerdas. Dengan perilaku tersebut bisa dimiliki oleh pengawas di era sekarang kemungkinan besar akan memberikan arti dalam kehidupan. Wallahu a’lam.
Ikbal Faizal, Ketua Bawaslu Kab. Tegal