Memasuki awal ramadhan, masyarakat dihebohkan dengan informasi perkelahian antas kelompok anak baru gede (ABG). Mirisnya, anak-anak tersebut menggunakan sarung sebagai media perkelahian dan aksinya dilakukan dimalam bulan ramadhan. Perang sarung antar ABG ini terjadi dibeberapa wilayah baik perkotaan Slawi maupun desa-desa di Kabupaten Tegal. Terbaru, ada korban jiwa melayang akibat perang sarung dan korban luka lainya. Kenakalan ABG saat ini sangat merisaukan.
Kenakalan anak mempunyai benang merah dengan lalainya orang tua dalam mandidik anaknya. Sebab, ketika orang tua lalai dengan tanggung jawabnya, maka di situlah anak punya celah untuk ‘memberontak’. Keluarga adalah ‘lembaga’ pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anak, sehingga orang tua tak boleh sedikitpun lalai dengan tanggungajwabnya itu. Peran orang tua dalam mendidik anak jangan selalu diartikan dengan memberikan pelajaran tambahan dan sebagainya. Namun yang lebih penting adalah memberikan contoh dalam berisikap dan bergaul serta beribadah. “Kalau anak ingin shalat, ya orang tua harus shalat. Tidak cukup hanya dengan menyuruh. Justru contoh pengalaman itu akan begitu berkesan dalam membentuk karakter anak. Akan lebih sempurna jika anak-anak dididik di lembaga pendidikan Islam, yang sepaham dengan kita, yaitu Ahlusah wal Jamaah,”
Selain itu, dibulan ramadhan ini sebenarnya menjadi momentum yang sangat tepat untuk bersama-sama syiar pencegahan kekerasan anak. Bulan ramadhan dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan kekerasan anak sebagai berikut:
Pertama, Bangun Religitainment, Cegah Anarki dan Kegiatan Destruksi. Salah satu hak dasar anak yang harus dilindungi adalah hak agama dan hak menjalankan ajaran agama. Puasa ramadhan bagian dari ajaran agama yang perlu dilatihkan ke anak2. Untuk itu orang tua dan tokoh agama untuk memberikan bimbingan pada anak2 untuk dapat menjalankan ajaran agama secara baik dan benar. Orang tua dan tokoh agama, khususnya pengurus takmir masjid dapat mendesain kegiatan keagamaan yang ramah bagi anak, kegiatan bernuansa keagamaan tetapi dekat dengan dunia anak, seperti edureligi, religitainment yang memiliki daya tarik bagi anak.
Kedua, Bangun dan ajarkan empati, Puasa Ramadhan melatih dan mengasah kepedulian sosial. Puasa juga menjadi sarana melatih anak2 untuk peka terhadap masalah sosial di sekitarnya, mendorong anak2 menjadi problem solver, bukan problem maker.
Ketiga, Cegah Pelakuan Salah, Kuatkan Komunikasi Orang Tua – Anak, Tingkatkan Ketahanan Keluarga. Ramadhan dapat menjadi energi untuk merekatkan sendi kehidupan keluarga, memperkuat pola interaksi anak dan orang tua, salah satunya melalui sahur bersama dan buka bersama.
Ramadhan harus menjadi etos penggerak kesadaran publik akan pentingnya pencegahan kekerasan anak, masyarakat harus sadar dan mengarahkan anak-anak agar bisa berkegiatan yang positif dan segera lakukan antisipasi jika terjadi hal-hal anarkis oleh anak. Mari Jadikan Ramadhan sebagai bulan untuk meningkatkan Spirit Pencegahan Kekerasan Anak.
(Muhammad Fatkhudin – Ketua Lakpesdam PCNU Kab.Tegal)