Umat islam ini aneh. Sudah 14 abad terlewat, kok bahasannya masih saja soal jenggot. Hal ini karena masih ada sekelompok orang yang memaksa umat Islam harus berjenggot. Kalau tidak, maka dianggap fasiq.
Ada dua mazhab, sebagian mengatakan memelihara jenggot itu wajib sedangkan madzhab syafiiyah mengatakan hal itu hanyalah sunnah. Sedangkan saya memahaminya, jenggot dan kumis itu seperti rambut. Semuanya masuk kategori perhiasan atau ziinah. Artinya, rambut itu bisa digundul, bisa dibiarkan panjang bisa dirapikan. Yang dianggap pantas buat kita mana ya itu yang dilakukan. Sebagaimana kumis dan jenggot, panjang atau gundul, pantasnya mana ya itu yang dilakukan. Tidak harus panjang.
Pada zaman Rasulullah rambut dan jenggot memang banyak yang gondrong. Kalau sekarang gondrong malah terkesan ‘saru’. Dulu rambut beruban diwarnai memakai hena, kalua diterapkan zaman sekarang jatuhnya malah seperti preman. Dulu hampir tidak pernah menemui orang yang gundul jenggotnya, hingga sebagian ulama mengatakan orang yang gundul jenggotnya berarti melakukan mutilasi (mutslah) wajah.
Menurut saya ini aneh karena jika menghilangkan jenggot dianggap mutilasi, maka menghilangkan kumis harusnya juga sama. Ini berarti kumis boleh dimutilasi namun jenggot tidak boleh. Nah hukum yang demikian ini aneh. Intinya, dasar hukum jenggot dan kumis itu seperti rambut yang ada di kepala. Bagaimana bagusnya, bagaimana pantasnya ya itu yang diterapkan. Jika ada hukum lain tentang jenggot dan kumis, itu karena adanya situasi tertentu seperti karena dianggap meniru orang kafir saat dibutuh menampilkan identitas.
Ada hal yang lebih penting dari sekedar mendebatkan hukum memelihara jenggot yaitu menghargai pendapat orang lain. Ada yang menganggap wajib ya silakan dilakukan dan diikuti. Namun jangan mem-fasiq-kan orang lain. Ada yang menganggap hukumnya hanya sunnah. Ya silakan. Namun menurut saya ya itu tadi. Jenggot itu soal ziinah (perhiasan), mahkota seperti halnya rambut kita di kepala.
Allah lah Sang Maha Mengetahui segalanya.
Keterangan dari Gus Abdul Ghofur Maimoen, putra KH. Maimoen Zubair, pengasuh PP Al Anwar, Sarang, Rembang