Penulis: Redaktur Media NU Tegal*
Sebagai pengantar terlebih dahulu, penulis mencoba menjelaskan definis Rekonsiliasi Konflik Isu Agama di Prancis dalam tinjauan ‘Nilai toleransi aswaja NU’. Sebagai solusi ampuh atasi konflik, Peranan Nilai tolerani para ulama NU bisa diterapkan dalam pembelajaran kehidupan atas Rekonsiliasi Konflik Isu Agama di Prancis beberapa waktu lalu. Definisi dari pada Rekonsiliasi Konflik Isu Agama di Prancis dalam pandangan (Nilai Toleransi Aswaja NU Senjata Ampuh Atasi Konflik). Aswaja sebagai prinsip NU salah satunya toleransi, mampu menjadi jalan untuk menengahi konflik. Menuju klarifikasi (tabayyun) ajaran para ulama NU merupakan bagian tak terpisahkan rekonsiliasi ketika adanya konflik muncul di tengah-tengah masyarakat.
Sebelumnya kita definisikan a.Rekonsiliasi, artinya, perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan (https://kbbi.web.id/rekonsiliasi) b.Konflik, artinya; percekcokan; perselisihan; pertentangan; Sas ketegangan atau pertentangan didalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh atau kelompok, dan sebagainya.c. Isu atau rumor, atau desas-desus adalah suatu konsekuensi atas beberapa tindakan yang dilakukan oleh satu atau beberapa pihak yang dapat menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sektor swasta, kasus pengadilan sipil atau kriminal atau dapat menjadi masalah kebijakan publik melalui tindakan legislatif atau perundangan menurut Hainsworth & Meng.
Sedangkan menurut Barry Jones & Chase, isu adalah sebuah masalah yang belum terpecahkan yang siap diambil keputusannya. Isu mempresentasikan suatu kesenjangan antara praktik korporat dengan harapan-harapan para stakeholder (https://id.wikipedia.org/wiki/Isu).c). Agama, artinya, adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan peribadatan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. d. Definisi Perancis; Republik Prancis atau Prancis (bahasa Prancis: République française, pengucapan bahasa Prancis: [ʁepyblik fʁɑ̃sɛz]) adalah sebuah negara yang teritori metropolitannya terletak di Eropa Barat dan juga memiliki berbagai pulau dan teritori seberang laut yang terletak di benua lain.[4] Prancis Metropolitan memanjang dari Laut Mediterania hingga Selat Inggris dan Laut Utara, dan dari Rhine ke Samudera Atlantik. Orang Prancis sering menyebut Prancis Metropolitan sebagai “L’Hexagone” (“Heksagon“) karena bentuk geometris teritorinya.
Prancis adalah sebuah republik kesatuan semi-presidensial. Ideologi utamanya tercantum dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan warga negara. Negara Prancis perbatasan dengan negara Belgia, negara Luksemburg, negara Jerman, Negra Swiss, negara Italia, negara Monako, Negara Andorra dan Negara Spanyol. Salah satu sumber konflik di Negara Perancis awalnya pada februari 2019 lalu, ada seorang guru sekolah di Perancis, bernama Samuel Pati seorang guru mengenalkan dasar negara perancis, Libatee (kebebasan) dalam menjelaskan ini menunjukan gambar, dalam menyampaian kebebasan yang bisa menghina agama, negara kita memberikan lindungi dalam ekspresi di negara perancis (https://id.wikipedia.org/wiki/Prancis)
Mempraktikan politik dalam sistem demokrasi, berarti menjalani kekuasan berlandasan humanisme, dialogis, penghargaan perbedaan, kebebasan, partisipatif dan keseimbangan dalm power. Begitu pemanduan politik demokrasi, disitu pula ekspresi peradaban manusia berproses. Berarti ron ini semacam menjadi ‘titik api’. 16 Oktober, seorang guru bernama Samuel Paty, 47 tahun, diserang dan penggal kepalanya tak jauh dari sekolah tempatnya mengajar di Conflans-Sainte-Honorine, sebuah daerah pinggiran kota, 24 kilometer dari pusat kota Paris. Ia diserang oleh Abdullakh Anzorov, remaja 18 tahun, imigran asal Rusia, bersama dua orang temannya. Penyerangan itu dipicu kemarahan Anzorov terhadap Paty yang menunjukkan karikatur Nabi Muhammad saat mengajar tentang kebebasan berpendapat. Karikatur ini dipublikasikan majalah satire Perancis, Charlie Hebdo, pada 2015.
Pemerintah Perancis kemudian memberikan penghormatan terhadap Paty pada 21 Oktober di Universitas Sorbonne. Dalam malam penghormatan itu, Presiden Emmanuel Macron kembali menyatakan sikapnya terhadap radikalisme Islam. “Paty dibunuh karena Islamis menginginkan masa depan kita,” ucap Macron. “Mereka tidak akan memilikinya.” Dua pernyataan Macron—tanggal 2 Oktober dan 21 Oktober—ini yang menjadi pemicu kemarahan Muslim dunia, termasuk Jokowi. Namun, beberapa pihak menilai pernyataan ini ditafsirkan secara keliru. (https://tirto.id/salah-kaprah-jokowi-mengecam-macron-demi-isu-populis-f6BR)
Dalam negara perancis itu kebebasan dilindungi, dengan memberikan kartun, kurikulum kartun dalam sekolah ini menjadi kebiasaan, sebelumnya menunjukan, bagi keberatan bagi umat islam yang tidak berkenan, tapi salah satu siswa beragama islam, setelah pulang sekolah dia laporkan ke Ayahnya, dan Ayahnya ke temannya, ahirnya guru itu dibunuh gara gara ada kartun.
Kemudian ada reaksi dari kelompok Islam lain yang diduga garis keras, sebagian besar imigrasi dari luar negara Perancis. Kelompok Islam ini menganggap kartun Nabi Muhammad SAW menjadi sebuah sumber konflik pembunuhan pemenggalan kepala. Hal tersebut menjadi dianggap menghina agama katolik, Macron berpidato menganggap Lesite menjadi ancaman bagi kaum separatis, 6 persen atau 6 juta kaum islam di Perancis.
Meminjam Hairus Salami, dalam pengantar buku Abdurrahman Wahid (Prisma pemikiran Gus Dur, “bagaimanapun jelas berbahaya mengabaikan tradisi dalam proses modernisasi. Apalagi menempatkannya diseberang program modernisasi. Pandangan ini akan melahirkan pasif dan bahkan perlawanan. Demikian, juga tidak gampang menyertakan tradisi dalam proses demokrasi (Hairus salim, pengantar Abdurrahman Wahid Prisma pemikiran Gus Dur, 2000, LKIS Jogjakarta).
Sementara itu, menurut Henny Warsilah (Profesor Riset di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, (Masyarakat dan Budaya: Volume 11, Nomor 22, November 2020], Perancis memiliki semboyan “Liberté, Égalité, Fraternité” (Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan) yang dicanangkan sejak awal Revolusi Perancis diawal abad 18 (1789–1794). Inilah revolusi yang ikut meletakkan dasar keadaban masyarakat modern. Namun saat ini semboyan tersebut serasa dipertanyakan kembali, ketika relasi buruk terjadi antara negara dan penduduk imigran, terutama imigran Muslim. Hubungan yang kian memburuk dari hari ke harinya antara lain disebabkan oleh beberapa peristiwa, yang pada satu pihak diklaim sebagai kebebasan berpendapat, dan dipihak lain sebagai penodaan terhadap agama sehingga melahirkan prasangka mengarah kedendam dan pembunuhan.( [1] https://pmb.lipi.go.id/meneropong-konflik-agama-islam-di-perancis-sebuah-eksklusi-sosial-terhadap-islam/).
Nasionalisme dan identitas nasional Perancis, terbentuk sejak lama yaitu sejak revolusi Prancis pada 1789. Hal ini melahirkan konsep berbangsa dan bernegara dari suatu nasional modern. Konsep itu benar-benar berbeda dengan konsep monarki sebelumnya. Sebab, konsep berbangsa dan bernegara ini mengenalkan warga negara (citizen), yang memiliki hak dan kewajiban. Konsep ini, juga memiliki prinsip kebebasan, persaudaraan dan keseteraan sebagai fondasi bangsa, dan negara yang ditiru oleh bangsa-bangsa lain di dunia saat mendirikan negara. Dari konsep inilah, mulai dikenal sebagai penyampaian aspirasi warga negara melalui wakilnya di parlemen.( https://pmb.lipi.go.id/meneropong-konflik-agama-islam-di-perancis-sebuah-eksklusi-sosial-terhadap-islam)
Apakah kasus agama di Perancis atas penghinaan nabi Muhamma SAW selesai dengan rekonsiliasi konflik?. Sejauh mana nilai toleransi mencegah konflik agama di Perancis?. Menurut hemat penulis, Pertama.) Perlunya rekonsiliasi kedua pihak, antara pihak yang berseteru antara isu agama Presiden Peransic Macron dengan kelompok Islam di Perancis , belajar dari pelatihan rekonsiliasi konflik yang diadakan oleh Wahid Institute di Kebumen (2016). Konflik agama sangat sensitif dimana-mana, baik di Indonesia ataupun diluar negeri, untuk mencegah itu perlu adanya mediator untuk mengatasi masalah itu, dengan cara duduk bersama agar bisa diselesaikan dengan damai.
Kedua, Rekonsiliasi dengan cara mediator duta perdamaian, dengan posisi netral, mediator ini memegang prinsip toleransi (tasamuh) nilai-nilai aswaja NU bisa menjadi menjadi mediator. Untuk mengklarifikasi (tabayun) dengan tidak memihak kelompok atau pihak tertentu yang sedang konflik akar masalah, sumber masalah dan solusi masalah. Ketiga. Melibatkan tokoh- tokoh dunia berpengaruh, tokoh semua agama, termasuk NU sebagai ormas Islam mempunyai nilai toleransi rekonsiliasi konflik penyelesaian atau peredam.
Sebagai cara rekonsiliasi konflik agama oleh tokoh dunia termasuk NU sebagai ormas Islam mempunyai dasar pemikiran aswaja dengan salahsatunya nilai toleransi, jika konflik atas nama agama itu tidak bisa diatasi, besar kemungkinan menyulut perpecahan agama, atau antara agama dan, atau negara dengan negara. Kita sering mendengar konflik keluarga dan lingkungan sekitar, perlunya untuk peduli dan bisa menjadi bagian juru damai dan rukun. Dengan langkah ini kerukunan perdamaian antar keluarga, antar warga dan umat, bangsa dan negara akan menjadi tercipta. Amin. *Penulis: Mahasiswa S2, UNUSIA Jakarta Fakultas Sejarah Kebudayaan Islam, Jurusan Islam Nusantara (ek)
Referensi
-
- https://id.wikipedia.org/wiki/Prancis
- https://tirto.id/salah-kaprah-jokowi-mengecam-macron-demi-isu-populis-f6BR
- https://pmb.lipi.go.id/meneropong-konflik-agama-islam-di-perancis-sebuah-eksklusi-sosial-terhadap-islam/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Isu
- Panduan Rekonsiliasi Konflik, Ahmad Suedi, 2015, makalah pelatihan perdamaian dunia, Wahid Institute,
- Abdurrahman Wahid Prisma pemikiran Gus Dur, 2000, LKIS Jogjakarta
- Arie Sujito, Pendangkalan Politik, 2012, IRE Jogjakarta,