Pagi itu, Sudrun menghampiri mbah kiai Asmuni yang sedang menikmati kopi hangatnya sambil menghisap rokok kobot dengan begitu nikmatnya.
“Orang-orang sedang ramai membahas ucapan selamat natal, kiai,” pancing Sudrun.
“Halah, yawes lah, Drun. Kesenangan orang itu beda-beda dan juga musiman,” respon sang kiai.
“Musiman bagaimana to, kiai?” tanya Sudrun penasaran.
“Lha dulu musimnya kafir cina, semuanya membahas kafir dan cina. Kafir cina selesai ganti lagi musim PKI. Sekarang isu PKI sudah tidak menarik. Sebelumnya juga ramai bahas LGBT. Sekarang sedang ramai isu selamat natal ya karena sebentar lagi dua lima Desember,” tukas kiai.
“Iya ya. Setelah ini mungkin akan beda bahasan lagi ya kiai?” tegas Sudrun.
“Ya pastinya begitu,” jawab kiai.
Sambil tersenyum Mbah Kyai Asmuni pun menyeruput kopinya dilanjut dengan menyedot rokok kobot yang dipegangnya. Sudrun pun yang penasaran tentang hukum mengucap selamat hari natal lantas bertanya lagi sama mbah Kiai Asmuni.
“Kiai, maaf sebelumnya saya mau tanya, orang Islam mengucapkan selamat natal itu hukum aslinya bagaimana to?” Sudrun kembali membuka pembicaraan.
“Hukumnya ada lima, Drun,”
“Lha kok bisa ada lima itu apa saja, Yai?” Sudrun semakin dibuat penasaran.
“Ya bisa wajib, bisa haram dan semacamnya. Itu maksudnya,”
“Hmmm…” Sudrun pun tertegun mendengarkan.
Sreeeeeet _____________
“Yang wajib itu bagaimana, yai?”
“Itu hukumnya bagi pak Presiden. Sebab mengucapkan selamat hari natal itu simbol bahwa Presiden mengayomi rakyatnya. Lha mengayomi rakyat kan wajib to?” terang sang kiai.
“Kemudian yang sunnah bagaimana, yai?”
“Yang sunnah itu hukum bagi pegawai yang memiliki juragan Nasrani. Lha daripada THRnya nggak cair hanya karena bersikukuh tidak mau mengucapkan selamat natal kepada juragannya? Lagian, apa sih susahnya mengucapkan selamat natal dan berbuat baik kepada yang beda agama? Apalagi kalua orang itu majikan yang sudah memberikan uang dan ma’isyah hidup berkali-kali? Yang penting hati kita tetap teguh kepada Allah,” urai kiai.
“Iya mbah, benar. Lalu yang mubah bagaimana?”
“Itu kalau misalnya kamu memiliki teman nasrani dan mengucapkan selamat natal untuk merawat dan menjada pertemanan dan menghormati yang berbeda agama,”
“Kemudian yang makruh, yai?”
“Itu untuk kasus ketika kamu tidak punya teman atau kenalan Nasrani. Untuk apa mengucapkan selamat natal lha wong tidak ada kenalan yang merayakan? Tidak ada manfaatnya. Lebih baik diam saja sebab hukumnya makruh. Lebih baik tidak usah dilakukan,”
“Terakhir, Yai. Yang haram?”
“Itu untuk siapapun orang Islam yang mengucapkan selamat natal dengan keyakinan dan kepercayaan bahwa aqidah dan syariat yang dilakukan orang-orang Nasrani itu benar didepan Allah seperti halnya orang Islam,”
“Naudzubillah. Baik, Yai”
Mbah Yai Asmuni pun nyruput kopinya lagi lantas menyedot rokok kobotnya dalam dalam.
Sreeeeet ___________
“Intinya, kamu jangan dengan mudahnya menghukumi salah benarnya orang. Apalagi tentang keimanan orang lain yang tidak kamu ketahui maksud dan niatnya. Menjaga aqidah itu penting. Tetapi berbuat baik kepada manusia dan orang lain yang beda agama itu juga penting untuk menjaga akhlak kita sebagai manusia,” papar kiai panjang lebar.
“Iya, yai”.
“Hati-hati! Urusan agama memang penting. Tetapi menjaga keharmonisan sosial dengan menjaga kerukunan dan silaturrahim dalam bersosial itu juga tidak kalah penting. Agar masyarakat kita tetap rukun sehingga negara nyaman, tentram dan situasi sosial tetap aman untuk sarana beribadah kita kepada Tuhan,”
“Amin … Baik, Yai. Terimakasih atas nasihatnya,” pungkas Sudrun mengakhiri perbincangan.
Salam Islam nusantara
Catatan : Gus Yazid Tom’s (via Facebook)