Ala-nu.com – Kita hidup di jaman serba modern, serba canggih dan yang mengagung-agungkan efisiensi termasuk efisiensi waktu. Dampaknya apa? Orang-orang menuntut segala sesuatu terjadi serba cepat. Makanan sebisa mungkin cepat saji, cari alamat biar cepat pakai maps, belanja cari barang pengen cepat buka aplikasi. Cuma beberapa menit langsung terbeli. Dan masih banyak lagi.
Sungguh hidup kita telah dikelilingi oleh anugerah-anugerah Tuhan yang serba cepat ini. Pun tidak ketinggalan ustadz ‘cepat saji’ yang banyak kita temui di layar youtube dan televisi. Sebut saja ustadz berinisial FS. Dalam akun tumblr yang dimilikinya, diceritakan bahwa tiga minggu selepas membaca syahadat, ia sudah mampu mengisi kajian-kajian di kampus. Bayangkan! Baru tiga minggu dari pengetahuan Islam yang nol sebab sebelumnya tercatat sebagai non-muslim, sudah berani memberikan kajian. Luar biasa! Kalian yang sudah belajar di pesantren bertahun-tahun lamanya, apa kabar?
Ia menjelaskan panjang lebar bagaimana ia sangat bersemangat dengan dakwah Islam. Ia sudah mulai dakwah sana-sini meski belum hafal huruf hijaiyah, masih belum lancar membaca alquran dan bahkan masih menghafal nama-nama bulan hijriyah. Subhanallah. Ia pun sebenarnya sadar akan kedangkalan ilmu agama yang ia miliki, namun katanya ‘Niat dakwah ini sudah menggebu’. Baiklah.
Yang menjadi pertanyaan, siapa yang mengundang ustadz FS untuk mengisi kajian keagamaan? Ya mahasiswa-mahasiswa aktivis keagamaan kampus yang haus akan ilmu. Bahwa sebenarnya ini yang harus diperhatikan oleh para pencari ilmu. Kehati-hatian mencari sumber ilmu. Bukan apa-apa, informasi keilmuan dari sumber yang valid adalah sebuah keharusan.
“Apabila datang kepadamu seorang fasik membawa berita, selidikilah, agar kesulitan tidak engkau timpakan kepada suatu kelompok akibat ketidaktahuan; dan apabila itu terjadi, pasti kamu akan menyesal akibat ulahmu.” (Al Hujuraat ayat 6)
Tak hanya FS, beberapa ustadz yang nangkring di acara TV swasta juga ditengarai tidak memiliki diskursus keilmuan agama yang mumpuni. Ingat kasus ceramah tentang pesta seks yang viral tempo hari? Seorang Ustadz dari Makassar yang sedang menjelaskan tentang kenikmatan surga bagi manusia yang kemudian entah terpeleset atau memang mewakili apa yang selama ini dipikirkan, mengutarakan bahwa satu diantara kenikmatan bagi para penghuni surga adalah adanya pesta seks sebab di dunia nafsu ini harus dikendalikan.
“Minta maaf, karena inilah yang kita tahan-tahan di dunia. Inilah yang kita tahan-tahan di dunia dan kenikmatan terbesar yang diberikan Allah SWT di surga adalah pesta seks,” kata Ustadz berinisial seperti yang dilansir Tribun Jateng (18/07/2017).
Kecaman warganet muncul dengan kata-kata yang sadis. Akhirnya ustadz S terpaksa harus meminta maaf untuk meredam amarah masyarakat. Tidakkah hal ini membuat produser acara TV jera? Oh nyatanya tidak.
Bahkan awal Desember lalu muncul lagi seorang ustadzah baru yang heboh dengan tulisan ayat Alquran dengan tulisan yang salah. Disana ia melakukan kesalahan dalam menulis kata Ash-sholaata yang yang artinya sholat menjadi Assholata yang artinya relasi. Hanya beda dalam satu huruf yakni alif saja mampu merubah makna yang sedemikian jauhnya. Dan ini yang harus diperhatikan wahai ustadz dan ustadzah sekalian. Ceramah itu tidak hanya modal pintar berbicara dan lancar public speaking, tapi juga harus punya dasar yang kuat biar tidak menyesatkan yang awam-awam seperti kami ini.
Dan masih banyak lagi ustadz/ustadzah lain yang ditayangkan di TV dengan hanya mengedepankan tampilan dan kemampuan public speaking mumpuni. Mengapa fenomena seperti tidak ada habisnya? Ya karena permintaannya tinggi dan pasarnya ada. Ustadz instan ini tidak serta muncul kalau tidak ada permintaan.
Orang jaman sekarang, alih-alih ingin mendalami agama secara lebih intens, ujung-ujungnya mencari kajian praktis via TV dan youtube karena dianggap lebih efisien waktu. Kalian tidak perlu pergi ke sebuah pengajian yang ramai, memakan waktu lama namun belum tentu dapat informasi yang diinginkan. Akhirnya ya begitu, mending cari di youtube. Cari kajian yang sesuai dengan masalahmu, nemu channel yang pas kemudian didengarkan lalu dihayati. Sambil kerja atau mengerjakan tugas kuliah lagu manggut-manggut dan bilang, “Oh jadi begitu. Wah saya baru tahu.” Akhirnya, karena dianggap memiliki konten yang bagus, channel yang bersangkutan kemudian di-subscribe dan di-share ke seluruh sosial media. Juga kadang jadi bahan untuk nulis caption biar keliatan lebih beragama.
Sebenarnya tidak masalah dengan adanya niat baik untuk berdakwah. Sekecil apapun ilmu yang dimiliki, mengajarkannya adalah sebuah kebaikan. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah tidak melebihi batas apa yang tidak ia ketahui secara pasti. Terlebih jika merasa paling benar sendiri sehingga pihak lain, yang berseberangan pendapat dengannya dianggap salah dan disesat-sesatkan.
Fenomena menyalah-nyalahkan dan menyesat-nyesatkan ini mengingatkan kita pada apa yang dikatakan oleh Ibnu Sina, “Kita dibuat sulit oleh sekelompok orang yang merasa bahwa Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang selain mereka.” Cocok sekali bagi bagi para dai yang memberikan fatwa versi baru, kemudian merasa bahwa yang berpendapat lain adalah orang yang tersesat sehingga perlu didoakan agar mendapatkan hidayah dari Yang Kuasa. Sungguh luar biasa mulia.
Ketahuilah wahai ustadz/ustadzah sekalian, setiap hukum atau keputusan apapun yang dilkeluarkan dari ulama pasti didasarkan dari alquran, hadist, ijma’ dan qiyas. Para ulama dan kiai tidak akan memberikan jawaban dari apa yang tidak ia ketahui. Dan apa yang dikatakan juga diamalkan dalam keseharian. Begitu pula dengan kami yang percaya bahwa kiai dan ulama adalah sumber keilmuan yang terpercaya. Mencari ilmu yang bukan dari sekedar terjemahan buku dan google apalagi sosial media. Sesungguhnya mereka telah melewati masa kesulitan mencari ilmu dan berkat kesabarannya Allah anugerahkan hamparan ilmu yang luar biasa luasnya.
Semoga beliau-beliau bisa menjadi pedoman dan panutan bagi para ustadz dan ustadzah yang sedang ‘haus’ akan dakwah.
Pun tetap ada hikmah yang bisa diambil dari semua kejadian termasuk fenomena ustadz/ustadzah karbitan. Pertama, karena mereka banyak orang awam yang akhirnya ingin mendalami ilmu agama, sebab tampilan dan konten dakwah yang menarik. Kedua, karena sensasi yang mereka buat akhirnya banyak yang menyadari bahwa mencari ilmu tidak boleh sembarangan. Harus tahu bibit, bebet dan bobot sumber ilmu. Wallahu ‘alam