Nama KH. A. Mustofa Bisri atau yang kesohor dengan sapaan Gus Mus selama ini terkenal dengan sepak terjangnya sebagai pemimpin pesantren, kiai, ulama dan budayawan. Namun, Senin (21/12/2017), namanya mencuat sebab disebut-sebut telah dianugerahi Yap Thiam Hien Award tahun 2017, sebuah penghargaan untuk para pejuang dan penggerak Hak Asasi Manusia yang digagas oleh Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Yapusham).
Gus Mus memang bukanlah aktivis penggerak HAM sebagaimana Munir, Yap Thiam Hien, atau bahkan Adnan Buyung. Namun ceramah-ceramah agama dan puisi-puisi karya selalu dijejali dengan seruan toleransi dan dukungan pluralisme.
“Figur Gus Mus ini figur yang punya sejarah panjang. Beliau bukan hanya seorang ulama besar, tetapi beliau juga seorang pelukis, penyair. Tetapi terlepas dari itu, saya orang pers, saya selalu mengikuti Twitternya Gus Mus. Setiap hari membuat pesan-pesan yang melampaui batas-batas ia sebagai ulama,” ungkap Yosep Adi Prasetyo, salah satu Dewan Juri Yap Thiam Hien Award 2017 seperti yang dilansir kbr.id, Jumat (22/12/2017).
Todung Mulya Lubis, Ketua Yayasan Yap Thiam Hien yang juga ikut menjadi juri menambahkan, terpilihnya Gus Mus juga mempertimbangkan kondisi politik Indonesia terkini di mana agama dijadikan sebagai alat politik untuk meraih kekuasaan.
“Dia concern dan prihatin melihat agama dipolitisasi, dijadikan alat politik. Dia tidak mengerti kenapa agama masuk dalam politik dengan vulgar,” ujar Todung sebagaimana yang dikutip dari kompas.com (21/12/2017).
Sebelum terpilih nama Gus Mus, Yapusham mengumpulkan daftar kandidat dari komunitas dan jaringan sebanyak 34 nama. Kemudian disaring lagi hingga hanya tersisa empat nama. Dan pada 11 Desember 2017, disepakati bahwa Gus Mus adalah penerima penghargaan pada tahun ini.
Rencananya penghargaan akan diserahkan secara simbolis pada 24 Januari 2018 mendatang. (nas)